Senin, 16 April 2012

Aristoteles dan Arista toples



Merenung tentang tujuan awalku berjuang di tempat ini. Sebetulnya tidak jauh berbeda dengan orang kebanyakan. Yaitu mendapatkan ijazah s1 biar bisa dapat kerja yang layak (minimal nda jadi tukang). Tapi bukan hanya itu. Orang tua di rumah sempat bilang . bilang  sesuatu yang menyesakkan juga menakutkan bagi anak gadis yang baru lulus sma. Bilang saat anak gadisnya itu menampakkan gelagat terkena  penyakit sudah-malas-belajar-tingkat akut yang bisa diartikan tidak mau lanjut kuliah. Maka kata-kata seperti tinggal tunggu ada yang melamar atau cari kerja baru nikah cepat (ujung-ujungnya nikah muda ==’) menjadi obat manjur untuk  membuat seseorang yang berjiwa bebas ini kembali bergairah belajar dengan semangat empat lima yang berkobar-kobar (eaaa). Saya tahu mereka hanya bercanda. Mereka orang tua paling keren yang pernah saya lihat. Membebaskan anaknya untuk melakukan apa saja asal resiko tanggung sendiri. Tidak pernah sok menggurui anaknya. Atau melakukan hal-hal yang mengekang kemerdekaan anaknya. Mereka mungkin punya prinsip bebas bersyarat, bukan bebas terbatas yang selalu diagung-agungkan orang tua lain. Lagian mana ada bebas yang dibatas-batasi bukan bebas namanya. Tapi betulan saya tetap takut.
Sekarang masih lanjut merenung dengan renungan yang sama dan masih dalam kondisi yang sama yaitu merenung. Meski yang direnungi itu kurang jelas tapi yah biar supaya dibilang pemikir (merenung itu mikir juga kan) seperti pemikir-pemikir terkenal lainnya, seperti Aristoteles katanya. Tapi sayangnya saya bukan aristoteles itu, pemikiranku tak berkaitan dengan apa yang dia pikirkan. Saya hanya seorang arista yang merenung (atau mikir) sambil memandang toples.
Masih lanjut merenung. Masih dengan renungan yang sama. Masih dengan pemandangan yang sama. Merenungkan apa yang akan saya lakukan selepas kuliah. Pusing juga. Masih semester awal sudah mengkhayali dunia setelah wisuda. Tapi mau diapa lagi. Saya tidak sedang memikirkan siapa-siapa kecuali diri saya sendiri. Untuk apa coba memikirkan seseorang atau sekelompok orang yang belum tentu memikirkan anda, betul. Maka pikiran-pikiran usil itu bermunculan bagai ide-ide nakal yang siap untuk diterjemahkan menjadi seni. Lanjut merenung tentang renungan yang tadi. Bagaimana kalau seandainya saya lulus cepat terus dikasih nikah cepat atau dapat jodoh buat dipakai nikah cepat. Berarti usaha untuk tidak nikah cepat gagal. Usaha itu hanya tertunda sebentar.atau bagaimana kalau saya lama lulusnya (ini tidak termasuk do’a yah, jangan dicatat, jangan di ijabah) bisa jadi saya dikasih nikah cepat-cepat. Sama hasil beda proses.
Tapi ya sudah. Renungan ini di tunda dulu ada renunga lain yang lebih penting untuk direnungkan. Merenungkan bagaimana menyelesaikan tiga paper dan satu presentasi yang bikin kepala berasa aduhai. Bikin perut jadi melilit (sepertinya ini efek karena terlalu banyak makan). Ya sudahlah Arista yang masih memandang toples ini kembali merenungi nasibnya. Nasibnya bersama tugas-tugas yang sepertinya tidak mau diselesaikan.
           

0 komentar:

Posting Komentar

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com