Minggu, 11 Maret 2012

antara aku,may,dan pahlawan itu


                Pernah merasakan kesengsaraan setelah melewati sebuah peristiwa yang indah? Pasti pernah. Di dunia ini tidak pernah ada yang namanya kebahagiaan abadi ataupun kesengsaraan yang abadi. Mungkin seperti itulah kalimat bijak yang tepat untuk mengawali tulisan ini. Tapi ini bukan cerita tentang kebahagiaan yang berubah menjadi kesengsaraan, bukan ini hanya sebuah cerita derita yang indah disela kebahagiaan yang ada.
                Cerita berawal dari akan dilaksanakannya rapat pembahasan program kerja pengurus korps yang baru. Nah karena rapat akan diadakan di salah satu tanjung di makassar, karena angkatanku yang ditunjuk menjadi panitia acara, Karena posisiku sebagai bendahara, dan terakhir karena jiwa dan raga ini  butuh sedikit ketenangan untuk menjauh sebentar dari kesibukan tugas kuliah yang lumayan membuat kepala ini cenat-cenut tak karuan maka, jadilah diri ini berangkat ketempat tujuan dengan senang hati (hehhehe alasan). Sebelumnya saya janji dengan seorang teman namanya May untuk pergi bersama, maka jadilah kampus kami tercinta menjadi tempat pertemuan yang indah. Namun karena ada sedikit pertimbangan yang mengharuskan saya dan teman saya tidak bisa pergi bersama sehingga saya berangkat bersama salah satu teman cowok saja. Kita sebut saja dia Teddy. Teddy itu bukan nama sebenarnya. Tapi saya suka memanggil dia dengan nama itu, selain karena namanya tidak jauh-jauh dari Teddy, dia juga memiliki ciri fisik seperti Teddy, berisi (bukan gendut), tidak tinggi tidak pendek, dan berbulu. Yah sejak menjadi mahasiswa sepertinya dia jarang cukuran sehingga mukanya ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang aneh bila disandingkan dengan bulu mata yang lentiknya bukan main. Begitulah dengan bantuan si Teddy akhirnya saya sampai dengan selamat tanpa basah sedikitpun (hari itu hujan turun  menggila di Makassar  tapi setiap jalan yang kami lewati tidak terkena hujan, ajaib).
                Sesampainya di sana rapat dimulai meskipun tidak kondusif mengingat peserta rapatnya sangat sedikit, tapi rapat tetap menyenangkan menurutku. Tiga orang terbaik yang kau kenal selama di kampus ditambah dengan orang-orang baik lainnya serta kondisi hati paling sweet selama seminggu itu (mengingat vitamin A ku tidak pernah saya konsumsi selama 9 hari) di tunjang dengan langit sore yang mendung adalah gabungan yang tepat untuk tidak-mempunyai-alasan menggalau.  Hari itu diisi dengan kegiatan rapat hingga pukul satu pagi. Dan dilanjutkan dengan tidur singkat yang sangat nyenyak karena sumpah hari itu sungguh melelahkan. Pagi harinya setelah bangun dan mandi kami melanjutkan rapat hingga kira-kira  pukul setengah empat sore saya bisa pulang. Kali ini saya akhirnya bisa pulang dengan teman saya. Meski dengan mengantar saya konsekuensinya dia mesti mengorbankan hatinya tapi dia tetap melakukannya. Setelah berpamitan dengan senior serta teman-teman akhirnya kami meluncur ke jalan. Tapi kami tidak pulang ke rumahku. Dia mengajakku bermalam di rumahnya. Aku sih ok ok saja mengingat kakakku yang sudah mengungsi ke rumah orang tua sehingga tidak ada alasan untuk menolak ajakannya. Di sinilah peristiwa itu bermula (suara seram berkumandang).
                Kira-kira sudah sekitar lima menit kami di jalan,  tiba-tiba motor May berhenti mendadak. Tapi kemudian bisa jalan lagi dan akhirnya mati total ketika kami berhenti saat lampu jalan memerah. Jadilah kami menepi dan menyusun beberapa rencana untuk menyelesaikan masalah yang kami hadapi. Oh iya sekedar informasi, motornya berhenti karena kehabisan bensin.
Ada beberapa opsi yang kami buat untuk mengatasi masalah tersebut. Diantaranya:
1.Telepon orang dekat. Pilihan yang paling mungkin kami lakukan. Kami menelepon malik, dia tidak tahu TKPnya. Kami telepon Teddy, dia sudah ada di gowa. Kami telepon kak hajir, dia juga tidak tahu TKPnya. Terakhir kami telepon sepupu May, dan karena dia sibuk jadi tidak bisa membantu kami. Tapi dia menyarankan untuk mendorong motor May hingga ke penjual bensin terdekat.
2.Menjalankan nasehat dari sepupunya May. Masalahnya kami tidak tah di mana penjual bensin itu berada dan May tidak suka dorong-dorong motornya dan saya juga tidak suka dorong-dorong motornya orang, maka untuk opsi kedua ini menjadi pilihan terakhir kami kalau bantuan tidak kunjung datang.
3.Berdo’a. yup di sana, di tempat itu, di pinggir jalan dekat lampu jalan. Tragis bukan, dua gadis manis nan imut berada di situasi yang mengharuskan mereka berhenti di tempat seperti itu (narsistik merajalela).

Hingga seseorang datang . penolong pastinya. Tapi bukan seorang penolong yang kuharapkan. Dia bukan pangeran dari negeri dongeng. Dia bukan pahlawan dari negeri antah berantah. Dia adalah #treng# tukang becak. Dengan baik hati dia mengantar May pergi membeli bensin . setelah menunggu beberapa saat akhirnya May datang. Seorang gadis berjaket tebal di siang hari bolong, membawa sebotol bensin di atas kendaraan super di abad ke-22 yaitu tak lain dan tak bukan adalah becak. Cukup dramatis pemandangan yang ada saat itu. Cukup menghibur hati yang sedang galau ini. Akhirnya setelah mengisi bensin kami pun melanjutkan perjalanan pulang yang tertunda, setelah terlebih dahulu berpamitan dengan bapak baik hati yang telah menolong kami.
Begitulah hingga akhirnya kami sampai di rumahnya May dengan selamat.

              

0 komentar:

Posting Komentar

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com