Kamis, 03 Mei 2012

jadi artikel belum?


Terinsipirasi dari perjalanan panjang nan melelahkan dari kampus merah tercinta hingga sambueja (apa merah gitu), maka lahirlah hampir artikel ini yang sekali lagi hadir dalam rangka follow up kelas menulis di kosmik. Alasan mengapa saya menulis tentang “ornamen tambahan” dari hampir setiap pohon yang berada di jalan poros Maros-Bantimurung karena saya merasa prihatin terhadap kondisi kekinian dari lingkungan yang semakin rusak. MERDEKA!!! Hehehe JJJ ^^V. Meskipun sudah lama saya kirim tapi saya merasa tidak adil terhadapnya apabila dia, sebagai salah satu dari tulisan yang saya buat dengan air mata berlinang dan semangat 45, tidak saya jadikan sebagai salah satu penghuni blog ini.
***
Kasihan kau pohon. Kau yang sudah melindungi bumiku dari terjangan sinar ultra violet yang dapat membuatku dan orang-orang yang aku sayang terbakar kulitnya. Menyediakan oksigen untuk aku bernafas dan menjadi tempat aku berteduh dikala siang mengganas, kini telah berubah. Hanya demi popularitas segelintir orang dirimu terluka.
Kau yang sekarang telah bersanding dengan baliho dan poster-poster orang yang tak kau kenal. Yang menampakkan orang aneh dengan gaya yang aneh pula. Mereka yang berfoto dengan senyum palsu. Berpose dengan gaya yang aduhai anehnya. Ada yang berpose dengan gaya hormat ala upacara bendera, berjabat tangan seolah berada di sebuah hajatan pernikahan, menjadi pahlawan holywood bahkan ada yang menggunakan foto anak kecil yang entah anak siapa.
Mereka menyiksamu, benarkan. Dengan belasan bahkan puluhan paku yang bersarang di tubuhmu, dengan kawat duri dan plastik yang menghambat tumbuhmu. Mereka yang  yakin dapat menipu orang lain dengan gambar palsu, mereka yang sesumbar menabur janji memuakkan, dan mereka yang bodoh karena telah melakukan keduanya. Di negara kita bukan hanya segelintir orang yang mengetahui akal bulus mereka. Tidak sedikit pula yang mencela perilaku mereka. Namun ternyata mereka tak sebodoh yang aku pikirkan. Mereka cerdas. Mereka tahu bahwa tak sedikit pula yang memuja mereka dengan gambar atau uang mereka itu. Benar pohon, tak hanya menyakitimu dengan poster senyum palsu. Mereka juga melukai harga diri serta hak rakyat miskin kita. Mereka membeli suara mereka. Mengiming-imingi dengan janji palsu serta harapan kosong yang indah. Masih dengan balutan senyum palsu itu tentunya. Bagi rakyat yang tidak tahu mereka pasti akan merasa senang dan bahagia dengan kedatangan dewa yang memberikan rezeki yang tak mereka sangka. Bagi mereka yang tahu, apa boleh buat. Mereka tak punya pilihan lain. Karena mereka memang tak pernah diberi kesempatan memilih. Mereka harus rela haknya memilih pemimpin tergadai oleh beberapa liter beras dan minyak, sebungkus gula, uang puluhan ribu atau sarung, untuk menyambung hidup beberapa hari kedepan. Dengan kondisi ekonomi yang makin menghimpit hidup mereka, apapun akan mereka lakukan. Mungkin bagi mereka satu suara mereka tidaklah lebih penting dari pada sembako yang makin sulit mereka raih. Ataukah mereka telah hilang percaya terhadap calon pemimpinnya kelak. Toh siapa juga yang akan menjamin hidup mereka akan lebih indah berbunga-bunga jika pemimpin baru terpilih.
            Pohon, bagaimana keadaanmu sekarang. Pemilahan umum sebentar lagi akan tiba. Sudah siapkah tubuhmu disiksa lagi. Dipaku dan diberi plastik bergambar senyum memuakkan lagi. Apakah mereka sadar, yang mereka lakukan itu hanya politik yang terkesan  buang-buang uang. Ironikan, mengingat mereka melakukan itu ditengah banyak penduduk  indonesia yang masih menderita kelaparan. Apakah mereka telah mati rasa. Mati rasa kemanusiaannya. Mati rasa seluruh indranya sehingga mereka tidak lagi peka terhadap masalah  negara yang tak kunjung mendapat jalan keluar itu.
Apapun itu aku masih mengkhawatirkanmu pohon. Kini jejakmu makin sulit terdeteksi. perlahan-lahan kau menyembunyikan diri dariku. Menghilang karena marah pada manusia mungkin. Namun tunggu, suatu hari mereka pasti akan mencari dirimu karena menyadari pentingnya sosokmu. Tunggu sampai mereka tak lagi berani memaku tubuhmu. Bahkan menyentuhmu pun mereka segan. Kau hanya harus menunggu.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com