Rabu, 07 Maret 2012

suatu hari dengan angsa


kalau ditanya tentang angsa, yang terbayangkan pasti unggas berleher panjang dengan bulu putih nan indah. Tidak heran kalau angsa diangkat menjadi nama salah satu reality show di AS. Reality show yang bertujuan mengubah perempuan yang  jelek kurang menarik dari segi penampilan, menjadi perempuan yang berbeda, lebih cantik tentunya. Filosofinya mungkin dari perkembangan angsa sendiri. Seperti kita ketahui bahwa setelah terbebas dari cangkang telurnya, anak-anak angsa memiliki bentuk fisik dan bulu yang tidak bisa dikatakan indah, baru setelah melewati beberapa tahap menuju kedewasaan si anak angsa tadi baru bisa dikatakan sebagai angsa sejati. Yah seperti itu pula para perempuan yang mengikuti reality show tadi, mereka akan melalui beberapa proses hingga mendapat penampilan yang mereka inginkan. Tapi kali ini saya tidak akan membahas reality show di atas lebih jauh, yang akan saya bahas adalah (terdedengtrededeng)  angsa, atau lebih tepatnya pengalaman buruk saya dengan angsa.
Cerita dimulai dari pindahnya kakak saya (kicong) ke sahabat VI yang tidak jauh dari tempat kos terdahulunya (sahabat V), dengan berbagai pertimbangan yang rumit pastinya. Nah jadilah saya sebagai saudari yang baik hati, ramah kepada semua orang, pintar, dan rajin menabung ini dengan hati yang lapang seluas lapangan di FISIP mengikuti kakakku yang hijrah ke tempat kosnya yang baru. Selama beberapa minggu pertama tinggal di kosan baru semuanya berjalan biasa-biasa saja terlalu biasa malah. hingga suatu hari di sore yang sedikit kelam bertabur awan-awan kumulus yang dengan senang mengajakku untuk bermain bersama menunggu hujan datang (beberapa kata terakhir hanya imajinasi liarku ==V )  ketika sedang dalam perjalanan pulang, di perempatan jalan saya berpapasan dengan kawanan angsa yang berjumlah sekitar tujuh ekor dengan format lima dewasa ditambah dua ekor angsa muda. Berhubung saya tidak pernah memiliki pengalaman apa-apa dengan angsa, dengan pemikiran yang menyamakan angsa seperti bebek pada umumnya, saya melewati kawanan angsa itu dengan langkah ringan dan hati riang. Tapi itu mungkin adalah langkah buruk dari kesekian banyak langkah buruk lainnya yang pernah saya buat. Tanpa saya sangka, seekor angsa yang paling besar diantara angsa yang lain tiba-tiba mengeluarkan bunyi lengkingan yang keras disertai dengan pemanjangan leher, yang dilakukannya sambil berlari menghampiri saya. Melihat angsa tadi mulai mendekat, secara spontan saya berlari sambil mengeluarkan suara yang lebih berisik tentunya namun tetap merdu (hhehehe).  Merasa terancam, saya mengeluarkan kemampuan berlari saya yang paling hebat hingga saya sampai dengan selamat di pintu rumah. Untungnya, pintu rumah sudah dalam keadaan terbuka jadi dengan cepat saya menutup pintu dari dalam. Dengan tawa penuh kemenangan saya melihat keluar dari jendela , si angsa tadi masih berorasi di depan rumah saya menuntut saya keluar dan melakukan duel dengannya. Tapi maaf Sa (panggilan akrab buat si angsa)  saya bukan orang yang gampang terpancing dengan kata-katamu.
Setelah kejadian hari itu, tiba-tiba daftar phobiaku bertambah. Dari takut sama anjing, belatung, monyet, dan akhir bulan sekarang, takut terhadap angsa masuk menjadi phobia baru yang menjengkelkan. Bagaimana tidak menjengkelkan, lingkungan di sekitar tempatku sering mendapat kunjungan si kawanan angsa tadi. Jadi mau tidak mau yah harus rela bertemu hampir tiap hari dengan keluarga  angsa tadi. Hingga kini, setiap bertemu dengan kawanan angsa itu, saya selau disuguhkan lengkingan angsa yang memekakkan telinga. Mungkin si angsa besar tadi yang sepertinya ketua genk angsa merasa jengkel karena dipecundangi oleh saya, sehingga dia belum puas sebelum mematuk leher saya sampai patah.

NB: buat ketua genk angsa saya melalui tulisan ini meminta maaf yang sebesar-besarnya. Saya harap semua permasalahan yang pernah ada diantara kita selama ini bisa ketua lupakan^_^V

1 komentar:

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com