Senin, 22 April 2013

ini jodoh?

Selama kuliah empat semester ini, saya sudah tiga kali bergonta-ganti gubuk derita (eaaaa). Alasannya sih standar, kurang nyaman dengan tempat tersebut. Dalam hati merasa it’s not the right one for me, kayak pilih-pilih jodoh begitu. Selain itu ada beberapa kesamaan antar ketiga gubuk derita a.k.a kosan mahasiswa tersebut. Murah diawal menderita diakhir. Tagihan listrik dan air seketika melambung tinggi-tinggi sekali. Padahal pertimbangan awal pindah ke sana selain karena lingkungannya nyaman di mata, klop di hati serta tak menyesakkan kantong yah biaya perbulan yang mesti dikeluarkan. Belum lagi kelar dengan kondisi gubuk derita ini, saya teringat oleh satu fakta yang sama antara ketiga tempat tersebut. Angsa. Yup, penduduk sekitar kosan tersebut memelihara angsa. Kalau ada yang pernah baca postingan sebelumnya pasti tau cerita tragis saya dengan si mbak berbulu putih tersebut. Dengan leher panjang dan paruh kokohnya entah sudah berapa kali makhluk tersebut hendak menyerang saya. Mungkin mereka sebar pamflet “wajib dipatuk” dengan fotoku sebagai gambarnya, entahlah. Kalau dipikir lagi, saya heran kenapa penduduk sekitar Tamalanrea kelihatannya lebih suka memelihara angsa dari pada bebek pada umumnya. Padahal dari semua masakan bebek yang saya tahu, tidak ada masakan dari angsa yang terkenal, malah sepertinya saya mengira kalau memang makanan dari angsa tidak pernah ada. Jadi kenapa dipelihara???. Apa bagusnya memelihara angsa kalau harus menanggung resiko yang tinggi. Resiko diserang makhluk buas setiap hari. Ah entah kenapa tulisan ini jadi begini. Saya tutup dengan harapan semoga tak ada angsa di esok hari yang cerah.
Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com